Monday, 22 May 2017

ASAL USUL HALAL BIHALAL

MAKNA HALAL BIHALAL
Oleh : Astrida, S.Pd.I
Guru PAI SMP Sandika Kabupaten Banyuasin
A. Pendahuluan
Halal bihalal merupakan tradisi masyarakat Indonesia yang dilakukan sesudah hari lebaran
baik di kalangan instansi pemerintah, perusahaan dan dunia pendidikan. Kegiatan ini tentu saja
menjadi tradisi tahunan yang unik dan tetap dipertahankan serta dilestarikan. Ini adalah refleksi
ajaran Islam yang menekankan sikap persaudaraan, persatuan, dan saling berbagi kasih sayang
pasca lebaran.
Dalam kenyataannya, perjalanan hidup manusia selalu tidak bisa luput dari dosa. Dosa yang
paling sering dilakukan adalah kesalahan terhadap sesamanya, seperti iri hati, permusuhan dan
saling menyakiti. Halal bihalal merupakan peristiwa penting untuk saling memaafkan, baik secara
individu maupun kelompok.
Dalam kacamata Islam, halal bihalal bertujuan untuk menghormati sesama manusia dalam
bingkai silaturahmi. Halal bihalal dilihat dari sisi silaturahmi dapat menjadi perantara untuk
memperluas rezeki dan memperpanjang umur, sebagaimana keterangan sebuah hadis dari Abu
Hurairah ra, ia berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda : “Barangsiapa yang ingin
diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia bersilaturahmi”.
B. Pendekatan Halal Bihalal
Ada baiknya kita mengetahui arti penting halal bihalal yang dapat ditinjau dari 3 (tiga)
pendekatan, yaitu pendekatan bahasa, pendekatan hukum dan pendekatan al-Quran, sebagai berikut:
Pertama, pendekatan dari segi bahasa, karena halal bihalal merupakan budaya yang hanya
ada di Indonesia dan istilahnya memakai bahasa Arab, maka untuk mengartikan halal bihalal
digunakan pendekatan bahasa Indonesia dan bahasa Arab.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, halal bihalal berarti acara maaf-maafan pada hari
lebaran, sehingga mengandung unsur silaturahmi. Sedangkan dalam bahasa Arab, halal bihalal
berasal dari kata “Halla atau Halala” yang mempunyai banyak arti sesuai dengan konteks
kalimatnya, antara lain: penyelesaian problem (kesulitan), meluruskan benang kusut, mencairkan
yang beku, atau melepaskan ikatan yang membelenggu.
Karena itu, melalui pendekatan kedua bahasa di atas, maka arti halal bihalal adalah suatu
kegiatan saling bermaafan atas kesalahan dan kekhilafan sesudah lebaran melalui silaturahmi,
sehingga dapat mengubah hubungan sesama manusia dari benci menjadi senang, dari sombong
menjadi rendah hati dan dari berdosa menjadi bebas dari dosa.
Kedua, pendekatan dari segi hukum. Dalam hukum Islam (Fiqih), kata halal lawan dari
haram. Halal adalah suatu perbuatan yang diperbolehkan. Sedangkan haram adalah suatu tuntutan
untuk ditinggalkan atau perbuatan yang melahirkan dosa dan mengakibatkan siksaan. Jadi dengan
adanya halal bihalal bagi yang melakukannya akan terbebas dari semua dosa.
Dengan demikian, makna halal bihalal ditinjau dari segi hukum adalah menjadikan sikap
yang tadinya haram atau berdosa menjadi halal dan tidak berdosa lagi. Hal tersebut dapat tercapai
bila syarat-syarat lain terpenuhi, yaitu syarat taubat, di antaranya menyesali perbuatan, tidak
mengulangi lagi, meminta maaf dan jika berkaitan dengan barang maka dikembalikan kecuali
mendapat ridha dari pemiliknya.
Ketiga, pendekatan dari segi tinjauan Qur’ani. Kata halal dalam al-Qur’an dapat ditemukan
dalam 6 ayat yang terdapat dalam lima surat, dua di antaranya dirangkaikan dengan kata haram
yaitu dalam surat An-Nahl ayat 116 dan surat Yunus ayat 59. Dalam surat An-Nahl ayat 116, artinya
: Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta
“ini halal dan haram” untuk mengadakan kebohongan kepada Allah. Sesungguhnya orang-orang
yang mengadakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (Q.S. An-Nahl: 116).
Selanjutnya dalam surat Yunus ayat 59 juga digandengkan, sebagai berikut : Katakanlah :
“terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan
sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal”. Katakanlah “apakah Allah memberikan izin
kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-ada saja terhadap Allah?”(Yunus: 59).
Sedangkan keempat sisanya selalu dirangkaikan dengan kata kuluu artinya makanlah dan
kata thayyibah artinya yang baik. Hal ini dapat dilihat dalam surat al-Baqarah : 168, surat al-Anfal :
69, surat al-Maidah: 88 dan surat an-Nahl : 116. Dalam surat al-Baqarah : 168 artinya : Hai
sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah
kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagimu.” (al-Baqarah: 168).
Dijelaskan juga dalam surat al-Anfal ayat 69, artinya : Maka makanlah dari sebagian
rampasan perang yang telah engkau ambil itu, sebagi makanan yang halal lagi baik, dan
bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (al-
Anfaal: 69). Surat Al-Maidah ayat 88, artinya : Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari
apa yang Allah telah rizkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepada-Nya (al-maidah: 88).
Terakhir dalam surat an-Nahl ayat 166 artinya : Maka makanlah yang halal lagi baik dari
rizki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-
Nya saja menyembah. (an-Nahl: 116).
Jadi kata halal dalam surat tersebut di atas selain dirangkaikan dengan kata haram dan
kulu, juga dirangkaikan dengan kata thayyib yang berarti “baik lagi menyenangkan”.
Dengan demikian, al-Qur’an menuntut setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik
dalam berpolitik, berdagang, berpakaian, berbicara, berhubungan sesama manusia dan lain-lain,
maka harus sesuatu yang baik dan menyenangkan semua pihak, artinya ketika kita berdagang atau
berbisnis kita dituntut untuk tidak menipu, curang, dan berbohong.
C. Asal Usul Tradisi Halal Bihalal
Di Mekkah dan Madinah, tradisi halal bihalal tidak dikenal. Karena itu, bisa dikatakan halal
bihalal made in Indonesia atau ciptaan umat Islam Indonesia atau dalam bahasa Prof. Dr. Quraish
Shihab adalah hasil pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat Asia Tenggara.
Konon, tradisi halal bihalal pertama kali dirintis oleh Mangkunegara I, lahir 08 April 1725,
yang terkenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa. Saat itu, untuk menghemat waktu, tenaga,
pikiran dan biaya, setelah shalat Idul Fitri, Pangeran Sambernyawa mengadakan pertemuan antara
raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana. Dalam budaya Jawa,
seseorang yang sungkem kepada orang yang lebih tua adalah suatu perbuatan yang terpuji. Tujuan
sungkem adalah sebagai lambang penghormatan dan permohonan maaf.
Sumber lainnya adalah tradisi halal bihalal lahir bermula pada masa revolusi kemerdekaan,
di mana Belanda datang lagi. Saat itu, kondisi Indonesia sangat terancam dan membuat sejumlah
tokoh menghubungi Soekarno pada bulan Puasa 1946, agar bersedia di hari raya Idul Fitri yang
jatuh pada bulan Agustus menggelar pertemuan dengan mengundang seluruh komponen revolusi.
Tujuannya adalah agar lebaran menjadi ajang saling memaafkan dan menerima keragaman dalam
bingkai persatuan dan kesatuan bangsa.
Kemudian, Presiden Soekarno menyetujui dan dibuatlah kegiatan halal bihalal yang dihadiri
tokoh dan elemen bangsa sebagai perekat hubungan silaturahmi secara nasional. Sejak saat itu,
semakin maraklah tradisi halal bihalal dan tetap dilestarikan oleh masyarakat Indonesia sebagai
salah satu media untuk mempererat persaudaraan bagi keluarga, tetangga, rekan kerja dan umat
beragama.
D. Kesimpulan
Halal bihalal merupakan tradisi khas yang merefleksikan bahwa Islam adalah agama
toleransi, yang mengedepankan pendekatan hidup rukun dengan semua agama. Pesan universal
Islam untuk selalu berbuat baik, memaafkan kesalahan orang lain dan sarana untuk saling
berlomba-lomba dalam kebaikan sehingga tetap menjadi warna tersendiri bagi masyarakat muslim
Indonesia.
Terlepas dari makna sebenarnya kegiatan halal bihalal tergantung pada niat orang yang
menggelarnya dan perspektif setiap masyarakat dari mana menilainya. Jangan sampai silaturahmi
hanya sebatas simbol kepedulian dan ajang pencitraan untuk memenuhi agenda tahunan dalam
rangka memeriahkan hari raya kemenangan.

0 comments:

Post a Comment