Sunday, 5 March 2017

ARTI MAKNA PENTING HALAL BIHALAL



MAKNA HALAL BIHALAL


A. Pendahuluan

Halal bihalal merupakan tradisi masyarakat Indonesia yang dilakukan sesudah hari lebaran baik di kalangan instansi pemerintah, perusahaan dan dunia pendidikan. Kegiatan ini tentu saja menjadi tradisi tahunan yang unik dan tetap dipertahankan serta dilestarikan. Ini adalah refleksi ajaran Islam yang menekankan sikap persaudaraan, persatuan, dan saling  berbagi kasih sayang pasca lebaran.

Dalam kenyataannya, perjalanan hidup manusia selalu tidak bisa luput dari dosa. Dosa yang paling sering dilakukan adalah kesalahan terhadap sesamanya, seperti iri hati, permusuhan dan saling menyakiti. Halal bihalal merupakan peristiwa penting untuk saling memaafkan, baik secara individu maupun kelompok.

Dalam kacamata Islam, halal bihalal bertujuan untuk menghormati sesama manusia dalam bingkai silaturahmi. Halal bihalal dilihat dari sisi silaturahmi dapat menjadi perantara untuk memperluas rezeki dan  memperpanjang  umur,  sebagaimana keterangan  sebuah  hadis dari Abu Hurairah  ra,  ia  berkata  bahwa  Rasulullah  SAW  pernah  bersabda  :  Barangsiapa  yang  ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia bersilaturahmi”.


B. Pendekatan Halal Bihalal

Ada baiknya kita mengetahui arti penting halal bihalal yang dapat ditinjau dari 3 (tiga)
pendekatan, yaitu pendekatan bahasa, pendekatan hukum dan pendekatan al-Quran, sebagai berikut:

Pertama, pendekatan dari segi bahasa, karena halal bihalal merupakan budaya yang hanya ada  di  Indonesia  dan  istilahnya  memakai  bahasa Arab,  maka  untuk  mengartikan  halal  bihalal digunakan pendekatan bahasa Indonesia dan bahasa Arab.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, halal bihalal berarti acara maaf-maafan pada hari lebaran, sehingga mengandung unsur silaturahmi. Sedangkan dalam bahasa Arab, halal bihalal berasal dari kata Halla atau Halalayang mempunyai banyak arti sesuai dengan konteks kalimatnya, antara lain: penyelesaian problem (kesulitan), meluruskan benang kusut, mencairkan yang beku, atau melepaskan ikatan yang membelenggu.

Karena itu, melalui pendekatan kedua bahasa di atas, maka arti halal bihalal adalah suatu kegiatan saling bermaafan atas kesalahan dan kekhilafan sesudah lebaran melalui silaturahmi, sehingga dapat mengubah hubungan sesama manusia dari benci menjadi senang, dari sombong menjadi rendah hati dan dari berdosa menjadi bebas dari dosa.

Kedua, pendekatan dari segi hukum. Dalam hukum Islam (Fiqih), kata halal lawan dari haram. Halal adalah suatu perbuatan yang diperbolehkan. Sedangkan haram adalah suatu tuntutan untuk ditinggalkan atau perbuatan yang melahirkan dosa dan mengakibatkan siksaan. Jadi dengan adanya halal bihalal bagi yang melakukannya akan terbebas dari semua dosa.

Dengan demikian, makna halal bihalal ditinjau dari segi hukum adalah menjadikan sikap yang tadinya haram atau berdosa menjadi halal dan tidak berdosa lagi. Hal tersebut dapat tercapai bila syarat-syarat lain terpenuhi, yaitu syarat taubat, di antaranya menyesali perbuatan, tidak mengulangi lagi,  meminta maaf dan  jika berkaitan  dengan barang  maka dikembalikan  kecuali mendapat ridha dari pemiliknya.


Ketiga, pendekatan dari segi tinjauan Qur’ani. Kata halal dalam al-Quran dapat ditemukan dalam 6 ayat yang terdapat dalam lima surat, dua di antaranya dirangkaikan dengan kata haram yaitu dalam surat An-Nahl ayat 116 dan surat Yunus ayat 59. Dalam surat An-Nahl ayat 116, artinya
: Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan haram untuk mengadakan kebohongan kepada Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengadakan kebohongan terhadap Allah  tiadalah beruntung. (Q.S. An-Nahl: 116). Selanjutnya dalam surat Yunus ayat 59 juga digandengkan, sebagai berikut : Katakanlah : “terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal”. Katakanlah “apakah Allah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-ada saja terhadap Allah?”(Yunus: 59).

Sedangkan keempat sisanya selalu dirangkaikan dengan kata kuluu artinya makanlah dan kata thayyibah artinya yang baik. Hal ini dapat dilihat dalam surat al-Baqarah : 168, surat al-Anfal :
69, surat al-Maidah: 88 dan surat an-Nahl : 116. Dalam surat al-Baqarah : 168 artinya :  Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (al-Baqarah: 168).

Dijelaskan juga dalam surat al-Anfal ayat 69, artinya :  Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah engkau ambil itu, sebagi makanan yang halal lagi baik, dan bertaqwalah  kepada Allah,  sesungguhnya Allah  Maha  Pengampun  lagi  Maha  Penyayang  (al- Anfaal: 69). Surat Al-Maidah ayat 88, artinya : Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rizkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (al-maidah: 88).

Terakhir dalam surat an-Nahl ayat 166 artinya : Maka makanlah yang halal lagi baik dari rizki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada- Nya saja menyembah. (an-Nahl: 116).

Jadi kata halal dalam surat tersebut di atas selain dirangkaikan dengan kata haram dan
kulu, juga dirangkaikan dengan kata thayyib yang berarti baik lagi menyenangkan”.

Dengan demikian, al-Qur’an menuntut setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik dalam berpolitik, berdagang, berpakaian, berbicara, berhubungan sesama manusia dan lain-lain, maka harus sesuatu yang baik dan menyenangkan semua pihak, artinya ketika kita berdagang atau berbisnis kita dituntut untuk tidak menipu, curang, dan berbohong.


C. Asal Usul Tradisi Halal Bihalal

Di Mekkah dan Madinah, tradisi halal bihalal tidak dikenal. Karena itu, bisa dikatakan halal bihalal made in Indonesia atau ciptaan umat Islam Indonesia atau dalam bahasa Prof. Dr. Quraish Shihab adalah hasil pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat Asia Tenggara.

Konon, tradisi halal bihalal pertama kali dirintis oleh Mangkunegara I, lahir 08 April 1725, yang terkenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa. Saat itu, untuk menghemat waktu, tenaga, pikiran dan biaya, setelah shalat Idul Fitri, Pangeran Sambernyawa mengadakan pertemuan antara raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana. Dalam budaya Jawa, seseorang yang sungkem kepada orang yang lebih tua adalah suatu perbuatan yang terpuji. Tujuan sungkem adalah sebagai lambang penghormatan dan permohonan maaf.

Sumber lainnya adalah tradisi halal bihalal lahir bermula pada masa revolusi kemerdekaan, di mana Belanda datang lagi. Saat itu, kondisi Indonesia sangat terancam dan membuat sejumlah tokoh menghubungi Soekarno pada bulan Puasa 1946, agar bersedia di hari raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan Agustus menggelar pertemuan dengan mengundang seluruh komponen revolusi. Tujuannya adalah agar lebaran menjadi ajang saling memaafkan dan menerima keragaman dalam bingkai persatuan dan kesatuan bangsa.


Kemudian, Presiden Soekarno menyetujui dan dibuatlah kegiatan halal bihalal yang dihadiri tokoh dan elemen bangsa sebagai perekat hubungan silaturahmi secara nasional. Sejak saat itu, semakin maraklah tradisi halal bihalal dan tetap dilestarikan oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu media untuk mempererat persaudaraan bagi keluarga, tetangga, rekan kerja dan umat beragama.


D. Kesimpulan

Halal bihalal merupakan tradisi khas yang merefleksikan bahwa Islam adalah agama toleransi, yang mengedepankan pendekatan hidup rukun dengan semua agama. Pesan universal Islam  untuk  selalu  berbuat  baik,  memaafkan  kesalahan  orang  lain  dan  sarana  untuk  saling berlomba-lomba dalam kebaikan sehingga tetap menjadi warna tersendiri bagi masyarakat muslim Indonesia.

Terlepas dari makna sebenarnya kegiatan halal bihalal tergantung pada niat orang yang menggelarnya dan perspektif setiap masyarakat dari mana menilainya. Jangan sampai silaturahmi hanya sebatas simbol kepedulian dan ajang pencitraan untuk memenuhi agenda tahunan dalam rangka memeriahkan hari raya kemenangan.

0 comments:

Post a Comment